Salah satu peninggalan Soekarno yang masih misteri, dan mungkin akan tetap misteri adalah "Kacamata hitam." Menurut rumor yang berkembang, kacamata yang bung Karno pakai adalah kacamata tembus pandangan yang dapat melihat orang yang didepannya telanjang. Inilah yang membuat setiap berpidato beliau tetap semangat, sebab dengan kacamata itu ia dapat melihat orang-orang di depannya seolah-olah tanpa busana. Tidak jelas bagaimana citra yang dilewatkan oleh lensa kacamata ini, apakah dapat membuat lekak-lekuk wanita yang aduhai terlihat jelas, atau membuat sipengguna dapat melihat hingga pada tulang belulang orang. Tetapi kalau yang terakhir ini yang terjadi, bukannya rangsangan syahwat yang didapat tetapi sebaliknya jadi terasa seperti ditengah-tengah kerangka-kerangka hidup.
Tujuan tulisan ini bukannya untuk membahas tentang ketelanjangan, bodi yang syur dan aduhai, yang membuat anda terangsang. Bukan... tetapi saya ingin mengajak anda untuk menggunakan jenis kacamata bung karno yang bukan hanya melihat citra superfisial tetapi lebih dari itu dapat melihat jauh lebih dalam.
***
Terbukti bahwa kemanusiaan kita menggiring kita hanya mampu untuk menyukai orang-orang yang memiliki persamaan dengan kita. Apakah persamaan dalam latar belakang, pendidikan, etnis, hobby, bahkan persamaan selera dan kesukaan. Semakin banyak persamaan kita dengan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesukaan kita pada orang tersebut. Salah satu yang membuat kita seperti itu adalah program di otak kita. Otak kita sudah terprogram lewat pendidikan orang tua, guru, sekolah, dan lingkungan bahwa keadaa ideal, keadaan baik, orang yang tepat adalah sosok pribadi seperti yang kita miliki. Pribadi yang kita miliki adalah hasil pembentukan dari lingkungan, dan kemudian dari semua usaha trial and error maka kita memutuskan sikap terilaku tertentulah yang terbaik, dan inilah kemudian akan diadopsi. Ini menuntun kita bersikap bahwa bila ada orang lain yang berlaku tidak seperti kita maka sikap itu bukanlah perilaku yuang terbaik.
Celakanya, kadang kita memandang seseorang dan dalam sepermilli detik kita sudah putuskan untuk menyenanginya atau tidak. Kita membuat keputusan bagaimana selanjutnya berintaksi dengan seseorang tanpa tahu sepenuhnya tentang orang itu. Seyogyanya, jangan segera menutup pikiran sehingga menutup kesempatan untuk mengenal orang lain. Jangan menghakimi orang lain atas pertimbangan yang superfisial, pertimbangan yang instant dan dangkal.
Selanjutnya, kita memperlakukan orang lain sesuai dengan bagimana kita memikirkan siapa dia. Bagimana kita men-judge orang lain berhubungan dengan bagaimana kita memperlakannya.
Seorang pemuda datang ke suatu gereja dengan memakai kaos oblong yang kumal dan celana jeans yang sudah dekil. Anggota-anggota merasa terganggu sebab mereka merasa bahwa si pemuda tadi tidak menghargai betapa pentingnya persiapan diri sebelum datang ke perbaktian. Anggota-anggota gereja kemudian menyampaikan keberatannya pada pendeta jemaat. Segera pendeta itu mendekati si pemuda tadi, dan dengan sopan pendeta katakan bahwa pemuda itu perlu menanyakan kepada Tuhan pakaian apa yang pantas untuk digunakan sebelum datang lagi ke gereja itu untuk berbakti. Pada pekan berikutnya pemuda itu muncul dengan menggunakan pakaian yang sama. Sang Pendeta segera mendatanginya dan berkata, Saya sudah katakan bahwa anda perlu bertanya kepada Tuhan pakaian apa yang pantas anda pakai sebelum datang berbakti. Kemudian pemuda itu menjawab, "Iya, saya sudah bertanya pada Tuhan, tetapi Tuhan katanya bahwa Ia juga tidak tahu sebab Ia tidak pernah hadir ke gereja ini".
Berhentilah menghakimi orang lain atas menampilan mereka. Banyak orang yang pada penampilan luarnya seperti orang suci padahal di dalamnya seperti kotornya kuburan. Apa yang ada di dalam anda (dan diri seseorang) adalah lebih penting dari apa yang tampak diluar. Banyak orang yang berhati suci tetapi karena bertumbuh dalam latar belakang yang berbeda dengan anda maka penampilannya dan cara bicaranya berbeda dengan apa yang anda harapkan.
Kita kadang cepat menghakimi orang lain yang tidak sama seperti kita. Meskipun anda tidak sepenuhnya mengerti sesamamu jangan pernah menghakiminya. Kita mungkin tidak sependapat dengan oang lain tetapi itu tidak membuat kita berhenti untuk mengasihinya.
Terlalu banyak tembok-tembok yang dibangun dan sekat-sekat yang didirikan untuk memisahkan kita dengan orang lain. Banyak orang memandang rendah pada orang lain, sebab keyakinannya berbeda dengan dia. Kita harus memahami bahwa di surga tidak ada ruang terpisah untuk Islam, untuk Kristen, untuk Katolik, Untuk Adventist tetapi semuanya satu di bawah pohon Al-hayat.
Kita perlu memperbesar lingkaran cinta kita. Hilangkan kebiasaan untuk menjudge orang lain atas penampilan luarnya. Pakailah cara pandang yang dapat menembus citra superfisial, penampilan luar, tampilan sebatas kulit yang dapat menembus hingga kepada hati.
***
Terbukti bahwa kemanusiaan kita menggiring kita hanya mampu untuk menyukai orang-orang yang memiliki persamaan dengan kita. Apakah persamaan dalam latar belakang, pendidikan, etnis, hobby, bahkan persamaan selera dan kesukaan. Semakin banyak persamaan kita dengan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesukaan kita pada orang tersebut. Salah satu yang membuat kita seperti itu adalah program di otak kita. Otak kita sudah terprogram lewat pendidikan orang tua, guru, sekolah, dan lingkungan bahwa keadaa ideal, keadaan baik, orang yang tepat adalah sosok pribadi seperti yang kita miliki. Pribadi yang kita miliki adalah hasil pembentukan dari lingkungan, dan kemudian dari semua usaha trial and error maka kita memutuskan sikap terilaku tertentulah yang terbaik, dan inilah kemudian akan diadopsi. Ini menuntun kita bersikap bahwa bila ada orang lain yang berlaku tidak seperti kita maka sikap itu bukanlah perilaku yuang terbaik.
Celakanya, kadang kita memandang seseorang dan dalam sepermilli detik kita sudah putuskan untuk menyenanginya atau tidak. Kita membuat keputusan bagaimana selanjutnya berintaksi dengan seseorang tanpa tahu sepenuhnya tentang orang itu. Seyogyanya, jangan segera menutup pikiran sehingga menutup kesempatan untuk mengenal orang lain. Jangan menghakimi orang lain atas pertimbangan yang superfisial, pertimbangan yang instant dan dangkal.
Selanjutnya, kita memperlakukan orang lain sesuai dengan bagimana kita memikirkan siapa dia. Bagimana kita men-judge orang lain berhubungan dengan bagaimana kita memperlakannya.
Seorang pemuda datang ke suatu gereja dengan memakai kaos oblong yang kumal dan celana jeans yang sudah dekil. Anggota-anggota merasa terganggu sebab mereka merasa bahwa si pemuda tadi tidak menghargai betapa pentingnya persiapan diri sebelum datang ke perbaktian. Anggota-anggota gereja kemudian menyampaikan keberatannya pada pendeta jemaat. Segera pendeta itu mendekati si pemuda tadi, dan dengan sopan pendeta katakan bahwa pemuda itu perlu menanyakan kepada Tuhan pakaian apa yang pantas untuk digunakan sebelum datang lagi ke gereja itu untuk berbakti. Pada pekan berikutnya pemuda itu muncul dengan menggunakan pakaian yang sama. Sang Pendeta segera mendatanginya dan berkata, Saya sudah katakan bahwa anda perlu bertanya kepada Tuhan pakaian apa yang pantas anda pakai sebelum datang berbakti. Kemudian pemuda itu menjawab, "Iya, saya sudah bertanya pada Tuhan, tetapi Tuhan katanya bahwa Ia juga tidak tahu sebab Ia tidak pernah hadir ke gereja ini".
Berhentilah menghakimi orang lain atas menampilan mereka. Banyak orang yang pada penampilan luarnya seperti orang suci padahal di dalamnya seperti kotornya kuburan. Apa yang ada di dalam anda (dan diri seseorang) adalah lebih penting dari apa yang tampak diluar. Banyak orang yang berhati suci tetapi karena bertumbuh dalam latar belakang yang berbeda dengan anda maka penampilannya dan cara bicaranya berbeda dengan apa yang anda harapkan.
Kita kadang cepat menghakimi orang lain yang tidak sama seperti kita. Meskipun anda tidak sepenuhnya mengerti sesamamu jangan pernah menghakiminya. Kita mungkin tidak sependapat dengan oang lain tetapi itu tidak membuat kita berhenti untuk mengasihinya.
Terlalu banyak tembok-tembok yang dibangun dan sekat-sekat yang didirikan untuk memisahkan kita dengan orang lain. Banyak orang memandang rendah pada orang lain, sebab keyakinannya berbeda dengan dia. Kita harus memahami bahwa di surga tidak ada ruang terpisah untuk Islam, untuk Kristen, untuk Katolik, Untuk Adventist tetapi semuanya satu di bawah pohon Al-hayat.
Kita perlu memperbesar lingkaran cinta kita. Hilangkan kebiasaan untuk menjudge orang lain atas penampilan luarnya. Pakailah cara pandang yang dapat menembus citra superfisial, penampilan luar, tampilan sebatas kulit yang dapat menembus hingga kepada hati.